Senin, 05 Januari 2015

MAKALAH KONSEP DASAR PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH MASALAH ,TUJUAN DAN FUNGSI PENDIDIKAN NON FORMAL

MAKALAH
KONSEP DASAR PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
MASALAH ,TUJUAN DAN FUNGSI PENDIDIKAN NON FORMAL



Disusun oleh :

1.      Dwi Ermawati
2.      Umi Rofikoh
3.      Ginanjar Bayu Nursamsu
4.      Widia Mericristi Sinaga
5.      Duwi Fatwanisa
6.      Tukhiroh

ROMBEL 2








UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Memperoleh pekerjaan adalah impian banyak siswa maupun mahasiswa setelah mereka mampu menyelesaikan suatu jenjang pendidikan tertentu, hal ini tentu bukanlah hal yang keliru karena mindset masyarakat saat ini ketika menyekolahkan anak-anaknya adalah untuk dapat bekerja. Namun satu hal yang tidak dapat dipungkiri  saat ini adalah kesempatan kerja yang tersedia sangatlah terbatas dan tidak berbanding searah dengan lulusan pendidikan. Kesenjangan antara lapangan pekerjaan dan lulusan institusi pendidikan inilah yang mendorong semua pihak untuk berfikir lebih dalam mengenai upaya mengatasi masalah ini. Bukanlah hal yang mustahil jika setiap tahun jumlah pengangguran selalu mengalami peningkatan karena ketidaklinieran jumlah lapangan kerja dan lulusan institusi pendidikan.
Pengangguran  merupakan masalah yang komplek, disamping sebagai akibat, pengangguran juga merupakan sebab dari masalah lainnya seperti tindak kriminal, kemiskinan, kemerosotan tingkat kesehatan, rendahnya tingkat pendidikan dan lain sebagainya, sehingga upaya untuk mengatasi masalah ini juga harus multi disiplin dan multi pendekatan. Bahkan pengangguran saat ini tidak hanya terjadi diperkotaan saja, melainkan sudah merambah ke daerah-daerah perdesaan di seluruh nusantara, yang memungkinkan pengangguran ini masuk dalam kategori masalah nasional yang harus segera diatasi agar tidak menjadi penghambat pembangunan.
Pemerintah saat ini tentu saja tidak tinggal diam, berbagai upaya telah dilakukan termasuk diantaranya dalam kebijakan pendidikan non formal. Saat ini Direktorat Pendidikan Non Formal dan Informal gencar melaksanakan program pendidikan kesetaraan dasar dan lanjutan yang terintegrasi dengan pendidikan kecakapan hidup, program tersebut diantaranya adalah program Kewirausahaan Usaha Mandiri untuk Keaksaraan Fungsional, program Kewirausahaan Desa dan Kewirausahaan Perkotaan untuk Kejar paket B dan C dan lain sebagainya. Tujuannya adalah agar warga belajar disamping mendapatkan ijazah pendidikan yang setara dengan pendidikan formal baik untuk tingkat SD, SLTP maupun SLTA, namun juga mendapatkan dukungan keterampilan yang diharapkan agar dapat dijadikan bekal bagi peserta didik di masyarakat setelah mereka menyelesaikan program pendidikan tersebut. Oleh sebab itu ,kami akan membahas masalah ,tujuan serta fungsi dari pendidikan nonfomal.


B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasakan latar belakang diatas ,kini dapat diambil beberapa rumusan masalah diantaranya :
1.      Apa sajakah masalah – masalah dalam Pendidikan Nonfomal ?
2.      Apa sajakah tujuan dari Pendidikan Nonformal ?
3.      Apa sajakah fungsi dari Pendidikan Nonformal ?

C.     TUJUAN
1.      Mengetahui masalah – masalah dalam Pendidikan Nonformal.
2.      Mengetahui tujuan dari Pendidikan Nonformal.
3.      Mengetahui fungsi dari Pendidikan Nonformal.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    MASALAH  MASALAH PENDIDIKAN NONFOMAL
Pendidikan Nonformal sebagai suatu sistem,baru dikenalkan kepada umum secara resmi semenjak tahun 1970 (Soelaiman Joesoef 1981). Dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya ,usaha mencerdaskan kehidupan bangsa ini ternyata tidak semudah seperti yang dibayangkan. Menjelang tahun tujuh puluhan itu dirasakan adanya masalah – masalah baru dalam bidang pendidikan:
1.      Pendidikan belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yang sedang membangun,
2.      Pelaksanaan pelajaran disekoah terlalu menitikberatkan kepada pendidikan teori,dengan metoda verbalistis dan pasif.
3.      Adanya ketidakseimbangan horizontal dan vertikal ,serta terlalu banyak jenis sekolah dan juuruusan – jurusannya.
4.      Masyarakat masih dihinggapi oleh mental priyayi sehingga mengarahkan pendidikan anak –anaknya untuk menuju white colour job dan menuntut pendidikan setinggi – tinginya melalui pendidikan umum sekolah tinggi.

Pemerintah saat ini tentu saja tidak tinggal diam, berbagai upaya telah dilakukan termasuk diantaranya dalam kebijakan pendidikan non formal. Saat ini Direktorat Pendidikan Non Formal dan Informal gencar melaksanakan program pendidikan kesetaraan dasar dan lanjutan yang terintegrasi dengan pendidikan kecakapan hidup, program tersebut diantaranya adalah program Kewirausahaan Usaha Mandiri untuk Keaksaraan Fungsional, program Kewirausahaan Desa dan Kewirausahaan Perkotaan untuk Kejar paket B dan C dan lain sebagainya. Tujuannya adalah agar warga belajar disamping mendapatkan ijazah pendidikan yang setara dengan pendidikan formal baik untuk tingkat SD, SLTP maupun SLTA, namun juga mendapatkan dukungan keterampilan yang diharapkan dapat dijadikan bekal bagi peserta didik di masyarakat setelah mereka menyelesaikan program pendidikan tersebut.
Program-program ini disamping melibatkan lembaga pemerintah seperti P2PNFI, BPKB, SKB namun juga melibatkan yayasan yang bergerak dalam bidang pendidikan masyarakat sebagai pelaksana program. Namun dalam kenyataannya program-program tersebut dilaksanakan hanya sebatas pada proyek semata, sehingga tidak ada keberlanjutan setelah proyek pemerintah berhenti. Dari beberapa kasus yang berhasil ditemui di lapangan terkait dengan pelaksanaan program PNF tersebut, tidak sedikit lembaga penyelenggara yang melaksanakan program kecakapan hidup atau kewirausahaan tanpa melalui pembekalan pendidikan terlebih dahulu dan cenderung berorientasi praktis, yang kemudian berdampak pada kemandekan dalam keberlanjutan program. Sebagai contoh yang terjadi di DIY pada tahun 2007 dalam program kecakapan hidup budidaya ikan lele, lembaga penyelenggara hanya memanfaatkan bantuan pemerintah untuk membuat kolam lele tanpa memperhatian studi kelayakan infrastruktur maupun sarana dan prasarana penunjang, sehingga setelah beberapa minggu program tersebut berhenti dan yang tersisa hanya kolam ikan kosong.
Dalam kasus lain juga ditemui yayasan yang cukup bertanggung jawab dengan memberikan pembekalan pendidikan kewirausahaan dan materi yang berhubungan dengan bidang kecakapan hidup yang akan dilaksanakan sebelum praktik di lapangan. Hasilnya cukup berbeda, pada kasus pertama program sama sekali tidak memiliki dampak apapun terhadap masyarakat, namun pada kasus yang kedua, masyarakat dapat merasakan manfaat terutama dalam keterampilan yang diajarkan meskipun masih ada permasalahan terkiat dengan pemasaran produk.
Dari dua kasus di atas terlihat bahwa program yang saat ini dilaksanakan masih berorientasi pada penguatan materi kognitif (pengetahuan), sementara nilai-nilai yang terkait dengan jiwa kewirausahaan kurang mendapatkan sentuhan, meskpun ada masih sangat terbatas. Baik di sadari atau tidak, pendidikan saat ini seringkali mengabaikan nilai-nilai terutama nilai keagamaan, bahkan cenderung dilupakan dan bahkan lambat laun semakin termarjinalkan dengan berbagai alasan. Padahal nilai-nilai spiritualitas merupakan puncak kesadaran tertinggi dari kehidupan manusia. Lebih jauh lagi, praktik pendidikan hanya memandang manusia sebagai instrumen fisik untuk mempertahankan ideologi yang saat ini dianut oleh dunia barat yaitu kapitalisme.
Salah satu indikator pendidikan saat ini untuk mempertahankan eksistensi paradigma kapitalisme adalah bahwa peserta didik hanya diarahkan untuk menjadi buruh atau tenaga kerja yang berkualitas, bukan semata untuk menjadikan manusia sebagai mahluk mandiri dengan cita-cita mulia yang tinggi, artinya output pendidikan saat ini dipersiapkan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang diskenariokan oleh negara-negara maju untuk mempertahankan eksistensi mereka di negara berkembang. Output keterampilan diarahkan pada kemampuan peserta didik untuk mampu melakukan sesuatu atau menghasilkan sesuatu tanpa dilandasi oleh nilai-nilai yang dapat berfungsi sebagai filter dan pedoman perilaku dalam bekerja.
Tidak dapat dipungkiri bahwasanya ilmu-ilmu yang berkembang di negara maju banyak yang dikembangkan di negara-negara dunia ketiga bahkan di negara dengan penduduk mayoritas muslim, yang tentu saja bisa dengan pandangan negara maju yang notabene adalah negara sekuler. Bahkan teori kebutuhan yang dikemukakan oleh Maslow tentang hierarki kebutuhan tidak menempatkan kebutuhan akan Tuhan (Allah) sebagai kebutuhan dasar manusia. Penggunaan istilah hukum alam dalam memandang fenomena alam merupakan salah satu upaya pengingkaran peran Tuhan terhadap alam semesta, dimana sangat jarang ditemui seorang guru yang kemudian memberikan penyadaran kepada peserta didik bahwa alam semesta adalah sebagai sunatullah, bukan hanya hukum alam semata.
Hal di atas tentu bertentangan dengan esensi pendidikan yang dikemukakan oleh Jonh Dewey yang menyebutkan bahwa: “Anak didik tidak hanya disiapkan agar siap bekerja, tapi juga bisa menjalani hidupnya secara nyata sampai mati. Anak didik haruslah berpikir dan pikirannya itu dapat berfungsi dalam hidup sehari-hari. Kebenaran adalah gagasan yang harus dapat berfungsi nyata dalam pengalaman praktis.” John Dewey (1859 – 1952) dalam (Syohih, 2008).
Nilai-nilai pendidikan berbasis agama manawarkan paradigma pendidikan dan pembelajaran sebagai bagian dari iman dengan tujuan untuk menyempurnakan ubudiyah kepada Allah dengan azaz yang cukup jelas yaitu sebagai kemaslahatan bagi umat manusia. Peserta didik yang memiliki motivasi yang dilandasai oleh nilai-nilai keagamaan dalam belajar dan bekerja, akan memiliki etos kerja dan kreativitas secara simultan, sebab dia bekerja dengan semangat yang terpaut dengan keyakinan dasar agama dan menganggap bahwa apa yang dilakukan merupakan bentuk pengabdian kepada Allah (ibadah). Nilai-nilai ini justru sangat kurang diberikan oleh pengelola maupun fasilitator kepada peserta didik, karena orientasi yang terlalu menekankan pada materi-materi keterampilan, padahal materi ini saja tidak cukup jika mental warga belajar tidak dibekali dengan nilai-nilai yang mampu membuat mereka menjadi manusia mandiri.
Kelemahan lain yang masih terasa dalam beberapa program pendidikan kecakapan hidup yang terjadi saat ini adalah pengelolaan lingkungan yang kurang baik. Hakekat pendidikan sebenarnya sebagai alat untuk menginternalisasikan nilai-nilai kurang terfasilitasi dengan baik, terutama dalam program pendidikan non formal. Instrumental input maupun enviornmental input pendidikan dalam program PNF kurang mendapat perhatian sebagai bagian yang penting dalam iklim pembelajaran. Jarang sekali ditemui media yang dapat memperkuat internalisasi nilai, seperti contoh tidak ada satupun slogan yang dipasang dalam ruang belajar yang berisi penguatan nilai seperti: “kejujuran adalah kunci kesuksesan” atau yang lainnya. Disamping itu penyelenggara juga tidak memberikan tauladan sebagai hiden curriculum yang mampu mempekuat internalisasi nilai-nilai tersebut, antara lain menyelenggarakan program tidak sesuai dengan pedoman, manipulasi data kegiatan, dan penyimpangan-penyimpangan lainnya, yang menyebabkan tujuan program itu sendiri tidak dapat terlaksana karena kelalaian pengelola program.
Tidak kalah penting adalah peran fasilitator dan tutor sebagai orang yang berhadapan langsung dengan peserta didik, dimana tutor dan fasilitator tidak dipersiapkan untuk mendidik dan membelajarkan peserta didik dengan nilai-nilai keagamaan maupun nilai-nilai pendidikan lainnya yang justru merupakan modal utama dari program pendidikan kecakapan hidup. Pertimbangan menjadi tutor lebih kepada kemampuan seseorang dalam memahami dan menguasai suatu materi tertentu, tanpa dipertimbangkan mengenai bagaimana seharusnya tutor disamping menyampaikan materi juga mampu menyisipkan nilai-nilai kewirausahaan berdasar keagamaan agar peserta didik dapat menjiwai apa yang mereka lakukan sebagai bagian dari ibadah dan pengabdian terhadap Tuhan.

B.     TUJUAN PENDIDIKAN NON FOMAL
Pendidikan pada lingkungan masyarakat memiliki beberapa tujuan. Santoso S.Hamidjojo (1982:18) mengemukakan bahwa pendidikan masyarakat atau pendidikan non formal bertujuan untuk membantu masalah ketelantaran pendidikan, baik mereka yang belum pernah sekolah maupun yang gagal (drop out) serta memberikan bekal sikap, keterampilan, dan pengetahuan praktis yang relevan dengan kebutuhan hidup.
Pendidikan Nonformal sebagai sub sistem dari pendidikan nasional ,diselenggarakan bersama – asama oleh pemerintah dan masyarakat mempunyai tujuan untuk :
1.      Meningkatkan ketakwaan kepada tuhan yang maha esa
2.      Meningkatkan kecerdasan dan ketrampilan
3.      Mempertinggi budi pekerti
4.      Memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air.
5.      Menumbuhkan manusia – manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama – sama bertanggungjawab atas pembangunan bangsa.
Ini berarti bahwa pendidikan non formal harus bisa membina dan memperkembangkan potensi mental dan secara fisik selaras seimbang dan serasi bagi warga masyarakat supaya menyadari kodratnya sebagai makhluk tuhan dan makhluk biologis. Pendidikan nonformal harus mampu mengaktualisasikan setiap potensi warga masyarakat untuk menjadi manusia yang memiliki kesadaran dan tanggungjawab atas sikapnya didalam upaya untuk meningkatkan mutu dan taraf hidupnya. 
Pendidikan nonformal juga berfungsi membantu mempercepat program pembangunan,karena didalam pembangunan diperlukan sebesar tenaga – tenaga yag trampil dalam berbagai macam bidang ,yang tidak bisa dilayani dalam waktu yang cepat dan tetap oleh program pendidikan persekolahan. 

Dalam rangka pendidikan nasional, pendidikan non formal merupakan salah satu jalur yang bersama-sama dengan jalur sisitem pendidikan lainnya, mempunyai tujuan yang senantiasa mengarah pada tujuan pendidikan nasional. Pendidikan non formal memiliki tujuan, seperti yang ditegaskan dalam PP No. 73 tahun 1991 sebagai berikut:
1.   Melayani warga belajar supaya dapat tumbuh dan berkembang sedini mungkin dan sepanjang hayatnya, guna meningkatkan martabat dan kehidupannya.
2.   Membina warga belajar agar memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental yang diperlukanuntuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah, atau melanjutkan pendidikan ke tingkat atau kejenjang yang lebih tinggi.
3.   Memenuhi kebutuhan belajat masyarakat yang dapat dipenuhi dalam jalur pendidikan masyarakat.

Menurut Musaheri (pengantar pendidikan, 2007) tujuan pendidikan non formal yaitu:
1.   Memberantas buta aksara masyarakat serta menjadikan masyarakat dapat membaca, menulis, dan berhitung serta memiliki ilmu pengetahuan dan tekologi sesuai dengan perkembangan dan kemajuan.
2.   Menyetarakan pendidikan masyarakat mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan menengah serta menjadikan masyarakt dapat melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi dan atausiap memasuki dunia kerja.
3.  Menerampilkan masyarakat pada berbagai kecakapan dan kemahiran hidup serta menjadikan masyarakat mendapatkan mata pencaharian sebagai modal dasar untuk mandiri
4.  Menyiapkan anak usia dini sebagai bekal kesiapan dan peletak dasar memasuki pendidikan formal
5.  Menata dan memberdayakan institusi pendidikan non formal sehingga menjadi lembaga yang terpercaya sesuai dengan standar nasional di samping adanya lembaga pendidikan formal.

C.     SASARAN DAN FUNGSI PENDIDIKAN NON FORMAL
Sesuai dengan misi dan tujuannya, pendidikan non formal yang berlangsung pada lingkungan masyarakat luas, mempunyai sasaran luas pula. Menurut sanafiah faisal (1981:84) menjelaskan bahwa ada beberapa dasar klasifikasi yang dipakai untuk menunjukkan populasi sasaran pendidikan non formal, yaitu:
1.    Berdasarkan usia
Dilihat dari faktor usia peserta didik, sasaran peserta didikan non formal terdiri atas usia anak-anak, remaja atau pemuda, dan orang dewasa. Faktor usia tersebut berkaitan langsung dengan tingkat pendidikan individu, baik secara psikologis ataupun sosial. Artinya, kebutuhan yang harus dipenuhi adalah hal-hal yang diperlukan oleh anak didik tersebut, hal ini tentunya akan menimbulkan keanekaragaman dalam kegiatan bembelajarannya.
2.    Berdasarkan jenis kelamin
Populasi sasaran pendidikan non formal terdiri atas laki-laki dan perempuan. Dalam hal ini, pendidikan harus mempertimbangkan jenis kelamin. Karena ada pendidikan hanya cocok dipelajari oleh sebagian saja, baik oleh laki-laki atau pun oleh perempuan.
3.    Berdasarkan lingkungan tempat tinggal
Sasaran pendidikan non formal meliputi warga masyarakat yang bertempat tinggal di lingkungan pedesaan, pinggiran kota dan perkotaan. Setiap lingkungan tempat tinggal akan memiliki karakteristik dan potensi yang berbeda-beda, sehingga tuntutan dan kebutuhan hidup mereka pun berbeda. Dalam hal ini, pendidikan non formal perlu disesuaikan dengan potensi dan kebutuhan yang didasarkan pasa lingkungan tempat tinggalnya.
4.  Berdasarkan latar belakang pekerjaan
Sasaran pendidikan non formal terdiri atas seseorang atau sekelompok orang yang belum mendapat pekerjaan dan warga masyarakat yang sedang atu telah bekerja namun tingkat kemampuan yang dimilikinya masih belum memadai. Dalam hal ini, pendidikan harus melihat kebutuhan apa yang diperlukan oleh peserta didik tersebut.
5.  Latar belakang pendidikan
Sasaran pendidikan non formal terdiri atas warga masarakat yang telah menamatkan pendidikan sekolah pada jenjang tertentu, wargan masyarakat yang gagal atu drop out sekolah tertentu, dan warga masyarkat yang belum pernah sama sekali mengenyam pendidikan.
6.    Latar belakang kelainan sosial
Sasaran pendidikan non formal meliputi warga masyarakat yang mempunyai kelainan sosial tertentu. Kelainan tersebut meliputi kelainan masyarakat normal tapi terlantar (seperti: yatim piatu, fakir miskin, tuna wisma, dsb), warga masyarakat yang mengalami penyimpangan sosial (seperti korban narkotika, pelaku-pelaku kejahatan, tuna susila, dan bentuk-bentuk kenakalanlainnya).
Di antara fungsi pendidikan non formal yaitu mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta mengembangkan sikap dan kepribadian profesional. Dalam kaitan ini, kedudukan pendidikan non formal sekurang-sekurangnya berupaya menjalankan tiga fungsi, yaitu:
1.    Menambah dan memperluas materi pelajaran yang telah diterima di bangku sekolah.
2.    Manambah materi pelajaran baru bagi peserta didika yang tidak lulus dari jenjang pendidikan sekolah.
3.    Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah menyelesikan pendidikan dari sekolah.
Jika dilihat dari isi pembelajarannya, yang menjadi sasaran pendidikan non formal yaitu:
1.    Pendidikan keaksaraan fungsional
2.    Pendidikan penyetaraan
3.    Pendidikan keterampilan dan bermata pencaharian
4.    Pendidikan pada taman penitipan anak, kelompok bermai dan PAUD atau yang 
  sederajat.























BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN

Dalam konteks pendidikan, masyarakat merupakan lingkungan ketiga setelah keluarga dan sekolah. Pendidikan yang dialami dalam masyarakat ini, telah mulai ketika anak-anak untuk beberapa waktu setelah lepas dari asuhan keluarga dan berada di luar dari pendidikan sekolah.
Pendidikan masyarakat atau pendidikan non formal bertujuan untuk membantu masalah ketelantaran pendidikan, baik mereka yang belum pernah sekolah maupun yang gagal (drop out) serta memberikan bekal sikap, keterampilan, dan pengetahuan praktis yang relevan dengan kebutuhan hidup. Sesuai dengan misi dan tujuannya, pendidikan non formal yang berlangsung pada lingkungan masyarakat luas, mempunyai sasaran luas pula. Jadi pada dasarnya Pendidikan Nonformal adalah salah satu pendidikan alternatif. Selain itu jenis pendidikan nonformal adalah pendidikan yang berbasis masyarakat yang padat karya.Kemudian kelebihan dari pendidikan nonformal adalah salah satu pendidikn alternative untuk masyarakat yang masih menganggur serta kekurangan pendidikan nonformal adalah kurangnya pengelolaan yang baik dari sistem yang ada.

B.     SARAN
Mengingat pentingnya akan pendidikan nonformal dalam masyarakat luas, maka marilah kita berikan yang terbaik untuk mereka agar mereka mengerti serta sadar bahwa pendidikan itu tidak hanya ditempuh dalam pendidikan persekolahan. Melainkan dapat ditempuh dan dilaksanakan dalam seumur hidup dimanapun dan kapanpun tanpa mengenal waktu sehingga menciptakan masyarakat yang berkualitas dan memiliki ketrampilan.

0 komentar:

Posting Komentar