MAKALAH
KONSEP DASAR PENDIDIKAN LUAR
SEKOLAH
MASALAH ,TUJUAN DAN FUNGSI
PENDIDIKAN NON FORMAL
Disusun oleh :
1.
Dwi
Ermawati
2.
Umi
Rofikoh
3.
Ginanjar
Bayu Nursamsu
4.
Widia
Mericristi Sinaga
5.
Duwi
Fatwanisa
6.
Tukhiroh
ROMBEL 2
UNIVERSITAS
NEGERI SEMARANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Memperoleh pekerjaan adalah impian banyak siswa maupun
mahasiswa setelah mereka mampu menyelesaikan suatu jenjang pendidikan tertentu,
hal ini tentu bukanlah hal yang keliru karena mindset masyarakat saat ini
ketika menyekolahkan anak-anaknya adalah untuk dapat bekerja. Namun satu hal yang
tidak dapat dipungkiri saat ini adalah
kesempatan kerja yang tersedia sangatlah terbatas dan tidak berbanding searah
dengan lulusan pendidikan. Kesenjangan antara lapangan pekerjaan dan lulusan
institusi pendidikan inilah yang mendorong semua pihak untuk berfikir lebih
dalam mengenai upaya mengatasi masalah ini. Bukanlah hal yang mustahil jika
setiap tahun jumlah pengangguran selalu mengalami peningkatan karena ketidaklinieran
jumlah lapangan kerja dan lulusan institusi pendidikan.
Pengangguran merupakan masalah yang komplek, disamping
sebagai akibat, pengangguran juga merupakan sebab dari masalah lainnya seperti
tindak kriminal, kemiskinan, kemerosotan tingkat kesehatan, rendahnya tingkat
pendidikan dan lain sebagainya, sehingga upaya untuk mengatasi masalah ini juga
harus multi disiplin dan multi pendekatan. Bahkan pengangguran saat ini tidak
hanya terjadi diperkotaan saja, melainkan sudah merambah ke daerah-daerah perdesaan
di seluruh nusantara, yang memungkinkan pengangguran ini masuk dalam kategori
masalah nasional yang harus segera diatasi agar tidak menjadi penghambat
pembangunan.
Pemerintah saat ini tentu saja tidak tinggal diam,
berbagai upaya telah dilakukan termasuk diantaranya dalam kebijakan pendidikan
non formal. Saat ini Direktorat Pendidikan Non Formal dan Informal gencar
melaksanakan program pendidikan kesetaraan dasar dan lanjutan yang terintegrasi
dengan pendidikan kecakapan hidup, program tersebut diantaranya adalah program
Kewirausahaan Usaha Mandiri untuk Keaksaraan Fungsional, program Kewirausahaan
Desa dan Kewirausahaan Perkotaan untuk Kejar paket B dan C dan lain sebagainya.
Tujuannya adalah agar warga belajar disamping mendapatkan ijazah pendidikan yang
setara dengan pendidikan formal baik untuk tingkat SD, SLTP maupun SLTA, namun
juga mendapatkan dukungan keterampilan yang diharapkan agar dapat dijadikan
bekal bagi peserta didik di masyarakat setelah mereka menyelesaikan program
pendidikan tersebut. Oleh sebab itu ,kami akan membahas masalah ,tujuan serta
fungsi dari pendidikan nonfomal.
B. RUMUSAN
MASALAH
Berdasakan latar
belakang diatas ,kini dapat diambil beberapa rumusan masalah diantaranya :
1. Apa
sajakah masalah – masalah dalam Pendidikan Nonfomal ?
2. Apa
sajakah tujuan dari Pendidikan Nonformal ?
3. Apa
sajakah fungsi dari Pendidikan Nonformal ?
C. TUJUAN
1. Mengetahui
masalah – masalah dalam Pendidikan Nonformal.
2. Mengetahui
tujuan dari Pendidikan Nonformal.
3. Mengetahui
fungsi dari Pendidikan Nonformal.
BAB II
PEMBAHASAN
A. MASALAH MASALAH PENDIDIKAN NONFOMAL
Pendidikan
Nonformal sebagai suatu sistem,baru dikenalkan kepada umum secara resmi
semenjak tahun 1970 (Soelaiman Joesoef 1981). Dalam proses pertumbuhan dan
perkembangannya ,usaha mencerdaskan kehidupan bangsa ini ternyata tidak semudah
seperti yang dibayangkan. Menjelang tahun tujuh puluhan itu dirasakan adanya
masalah – masalah baru dalam bidang pendidikan:
1. Pendidikan
belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yang sedang membangun,
2. Pelaksanaan
pelajaran disekoah terlalu menitikberatkan kepada pendidikan teori,dengan
metoda verbalistis dan pasif.
3. Adanya
ketidakseimbangan horizontal dan vertikal ,serta terlalu banyak jenis sekolah
dan juuruusan – jurusannya.
4. Masyarakat
masih dihinggapi oleh mental priyayi sehingga mengarahkan pendidikan anak
–anaknya untuk menuju white colour job dan
menuntut pendidikan setinggi – tinginya melalui pendidikan umum sekolah tinggi.
Pemerintah saat ini tentu saja tidak tinggal diam,
berbagai upaya telah dilakukan termasuk diantaranya dalam kebijakan pendidikan
non formal. Saat ini Direktorat Pendidikan Non Formal dan Informal gencar
melaksanakan program pendidikan kesetaraan dasar dan lanjutan yang terintegrasi
dengan pendidikan kecakapan hidup, program tersebut diantaranya adalah program
Kewirausahaan Usaha Mandiri untuk Keaksaraan Fungsional, program Kewirausahaan
Desa dan Kewirausahaan Perkotaan untuk Kejar paket B dan C dan lain sebagainya.
Tujuannya adalah agar warga belajar disamping mendapatkan ijazah pendidikan
yang setara dengan pendidikan formal baik untuk tingkat SD, SLTP maupun SLTA,
namun juga mendapatkan dukungan keterampilan yang diharapkan dapat dijadikan
bekal bagi peserta didik di masyarakat setelah mereka menyelesaikan program
pendidikan tersebut.
Program-program ini disamping melibatkan lembaga
pemerintah seperti P2PNFI, BPKB, SKB namun juga melibatkan yayasan yang
bergerak dalam bidang pendidikan masyarakat sebagai pelaksana program. Namun
dalam kenyataannya program-program tersebut dilaksanakan hanya sebatas pada
proyek semata, sehingga tidak ada keberlanjutan setelah proyek pemerintah
berhenti. Dari beberapa kasus yang berhasil ditemui di lapangan terkait dengan
pelaksanaan program PNF tersebut, tidak sedikit lembaga penyelenggara yang
melaksanakan program kecakapan hidup atau kewirausahaan tanpa melalui
pembekalan pendidikan terlebih dahulu dan cenderung berorientasi praktis, yang
kemudian berdampak pada kemandekan dalam keberlanjutan program. Sebagai contoh
yang terjadi di DIY pada tahun 2007 dalam program kecakapan hidup budidaya ikan
lele, lembaga penyelenggara hanya memanfaatkan bantuan pemerintah untuk membuat
kolam lele tanpa memperhatian studi kelayakan infrastruktur maupun sarana dan
prasarana penunjang, sehingga setelah beberapa minggu program tersebut berhenti
dan yang tersisa hanya kolam ikan kosong.
Dalam kasus lain juga ditemui yayasan yang cukup
bertanggung jawab dengan memberikan pembekalan pendidikan kewirausahaan dan
materi yang berhubungan dengan bidang kecakapan hidup yang akan dilaksanakan
sebelum praktik di lapangan. Hasilnya cukup berbeda, pada kasus pertama program
sama sekali tidak memiliki dampak apapun terhadap masyarakat, namun pada kasus
yang kedua, masyarakat dapat merasakan manfaat terutama dalam keterampilan yang
diajarkan meskipun masih ada permasalahan terkiat dengan pemasaran produk.
Dari dua kasus di atas terlihat bahwa program yang
saat ini dilaksanakan masih berorientasi pada penguatan materi kognitif (pengetahuan),
sementara nilai-nilai yang terkait dengan jiwa kewirausahaan kurang mendapatkan
sentuhan, meskpun ada masih sangat terbatas. Baik di sadari atau tidak,
pendidikan saat ini seringkali mengabaikan nilai-nilai terutama nilai
keagamaan, bahkan cenderung dilupakan dan bahkan lambat laun semakin
termarjinalkan dengan berbagai alasan. Padahal nilai-nilai spiritualitas
merupakan puncak kesadaran tertinggi dari kehidupan manusia. Lebih jauh lagi,
praktik pendidikan hanya memandang manusia sebagai instrumen fisik untuk
mempertahankan ideologi yang saat ini dianut oleh dunia barat yaitu
kapitalisme.
Salah satu indikator pendidikan saat ini untuk mempertahankan
eksistensi paradigma kapitalisme adalah bahwa peserta didik hanya diarahkan
untuk menjadi buruh atau tenaga kerja yang berkualitas, bukan semata untuk
menjadikan manusia sebagai mahluk mandiri dengan cita-cita mulia yang tinggi,
artinya output pendidikan saat ini dipersiapkan untuk menyesuaikan diri dengan
perubahan yang diskenariokan oleh negara-negara maju untuk mempertahankan
eksistensi mereka di negara berkembang. Output keterampilan diarahkan pada
kemampuan peserta didik untuk mampu melakukan sesuatu atau menghasilkan sesuatu
tanpa dilandasi oleh nilai-nilai yang dapat berfungsi sebagai filter dan
pedoman perilaku dalam bekerja.
Tidak dapat dipungkiri bahwasanya ilmu-ilmu yang
berkembang di negara maju banyak yang dikembangkan di negara-negara dunia
ketiga bahkan di negara dengan penduduk mayoritas muslim, yang tentu saja bisa
dengan pandangan negara maju yang notabene adalah negara sekuler. Bahkan teori
kebutuhan yang dikemukakan oleh Maslow tentang hierarki kebutuhan tidak
menempatkan kebutuhan akan Tuhan (Allah) sebagai kebutuhan dasar manusia.
Penggunaan istilah hukum alam dalam memandang fenomena alam merupakan salah
satu upaya pengingkaran peran Tuhan terhadap alam semesta, dimana sangat jarang
ditemui seorang guru yang kemudian memberikan penyadaran kepada peserta didik
bahwa alam semesta adalah sebagai sunatullah, bukan hanya hukum alam semata.
Hal di atas tentu bertentangan dengan esensi
pendidikan yang dikemukakan oleh Jonh Dewey yang menyebutkan bahwa: “Anak
didik tidak hanya disiapkan agar siap bekerja, tapi juga bisa menjalani
hidupnya secara nyata sampai mati. Anak didik haruslah berpikir dan pikirannya
itu dapat berfungsi dalam hidup sehari-hari. Kebenaran adalah gagasan yang
harus dapat berfungsi nyata dalam pengalaman praktis.” John Dewey (1859 –
1952) dalam (Syohih, 2008).
Nilai-nilai pendidikan berbasis agama manawarkan
paradigma pendidikan dan pembelajaran sebagai bagian dari iman dengan tujuan
untuk menyempurnakan ubudiyah kepada Allah dengan azaz yang cukup jelas yaitu
sebagai kemaslahatan bagi umat manusia. Peserta didik yang memiliki motivasi
yang dilandasai oleh nilai-nilai keagamaan dalam belajar dan bekerja, akan
memiliki etos kerja dan kreativitas secara simultan, sebab dia bekerja dengan
semangat yang terpaut dengan keyakinan dasar agama dan menganggap bahwa apa
yang dilakukan merupakan bentuk pengabdian kepada Allah (ibadah). Nilai-nilai
ini justru sangat kurang diberikan oleh pengelola maupun fasilitator kepada
peserta didik, karena orientasi yang terlalu menekankan pada materi-materi
keterampilan, padahal materi ini saja tidak cukup jika mental warga belajar
tidak dibekali dengan nilai-nilai yang mampu membuat mereka menjadi manusia
mandiri.
Kelemahan lain yang masih terasa dalam beberapa
program pendidikan kecakapan hidup yang terjadi saat ini adalah pengelolaan
lingkungan yang kurang baik. Hakekat pendidikan sebenarnya sebagai alat untuk
menginternalisasikan nilai-nilai kurang terfasilitasi dengan baik, terutama
dalam program pendidikan non formal. Instrumental input maupun enviornmental
input pendidikan dalam program PNF kurang mendapat perhatian sebagai bagian
yang penting dalam iklim pembelajaran. Jarang sekali ditemui media yang dapat
memperkuat internalisasi nilai, seperti contoh tidak ada satupun slogan yang dipasang
dalam ruang belajar yang berisi penguatan nilai seperti: “kejujuran adalah
kunci kesuksesan” atau yang lainnya. Disamping itu penyelenggara juga tidak
memberikan tauladan sebagai hiden curriculum yang mampu mempekuat internalisasi
nilai-nilai tersebut, antara lain menyelenggarakan program tidak sesuai dengan
pedoman, manipulasi data kegiatan, dan penyimpangan-penyimpangan lainnya, yang
menyebabkan tujuan program itu sendiri tidak dapat terlaksana karena kelalaian
pengelola program.
Tidak kalah
penting adalah peran fasilitator dan tutor sebagai orang yang berhadapan
langsung dengan peserta didik, dimana tutor dan fasilitator tidak dipersiapkan
untuk mendidik dan membelajarkan peserta didik dengan nilai-nilai keagamaan
maupun nilai-nilai pendidikan lainnya yang justru merupakan modal utama dari
program pendidikan kecakapan hidup. Pertimbangan menjadi tutor lebih kepada
kemampuan seseorang dalam memahami dan menguasai suatu materi tertentu, tanpa
dipertimbangkan mengenai bagaimana seharusnya tutor disamping menyampaikan
materi juga mampu menyisipkan nilai-nilai kewirausahaan berdasar keagamaan agar
peserta didik dapat menjiwai apa yang mereka lakukan sebagai bagian dari ibadah
dan pengabdian terhadap Tuhan.
B. TUJUAN
PENDIDIKAN NON FOMAL
Pendidikan pada lingkungan
masyarakat memiliki beberapa tujuan. Santoso S.Hamidjojo (1982:18) mengemukakan
bahwa pendidikan masyarakat atau pendidikan non formal bertujuan untuk membantu
masalah ketelantaran pendidikan, baik mereka yang belum pernah sekolah maupun
yang gagal (drop out) serta memberikan bekal sikap, keterampilan, dan
pengetahuan praktis yang relevan dengan kebutuhan hidup.
Pendidikan Nonformal sebagai sub
sistem dari pendidikan nasional ,diselenggarakan bersama – asama oleh
pemerintah dan masyarakat mempunyai tujuan untuk :
1.
Meningkatkan
ketakwaan kepada tuhan yang maha esa
2.
Meningkatkan
kecerdasan dan ketrampilan
3.
Mempertinggi
budi pekerti
4.
Memperkuat
kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air.
5.
Menumbuhkan
manusia – manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta
bersama – sama bertanggungjawab atas pembangunan bangsa.
Ini berarti bahwa pendidikan non
formal harus bisa membina dan memperkembangkan potensi mental dan secara fisik
selaras seimbang dan serasi bagi warga masyarakat supaya menyadari kodratnya
sebagai makhluk tuhan dan makhluk biologis. Pendidikan nonformal harus mampu
mengaktualisasikan setiap potensi warga masyarakat untuk menjadi manusia yang
memiliki kesadaran dan tanggungjawab atas sikapnya didalam upaya untuk
meningkatkan mutu dan taraf hidupnya.
Pendidikan nonformal juga
berfungsi membantu mempercepat program pembangunan,karena didalam pembangunan
diperlukan sebesar tenaga – tenaga yag trampil dalam berbagai macam bidang
,yang tidak bisa dilayani dalam waktu yang cepat dan tetap oleh program
pendidikan persekolahan.
Dalam rangka pendidikan
nasional, pendidikan non formal merupakan salah satu jalur yang bersama-sama
dengan jalur sisitem pendidikan lainnya, mempunyai tujuan yang senantiasa
mengarah pada tujuan pendidikan nasional. Pendidikan non formal memiliki
tujuan, seperti yang ditegaskan dalam PP No. 73 tahun 1991 sebagai berikut:
1. Melayani warga belajar supaya
dapat tumbuh dan berkembang sedini mungkin dan sepanjang hayatnya, guna
meningkatkan martabat dan kehidupannya.
2. Membina warga belajar agar
memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental yang diperlukanuntuk
mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah, atau melanjutkan pendidikan ke
tingkat atau kejenjang yang lebih tinggi.
3. Memenuhi kebutuhan belajat
masyarakat yang dapat dipenuhi dalam jalur pendidikan masyarakat.
Menurut Musaheri (pengantar
pendidikan, 2007) tujuan pendidikan non formal yaitu:
1. Memberantas buta aksara
masyarakat serta menjadikan masyarakat dapat membaca, menulis, dan berhitung
serta memiliki ilmu pengetahuan dan tekologi sesuai dengan perkembangan dan
kemajuan.
2. Menyetarakan pendidikan
masyarakat mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan menengah serta
menjadikan masyarakt dapat melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi dan
atausiap memasuki dunia kerja.
3. Menerampilkan masyarakat pada
berbagai kecakapan dan kemahiran hidup serta menjadikan masyarakat mendapatkan
mata pencaharian sebagai modal dasar untuk mandiri
4. Menyiapkan anak usia dini
sebagai bekal kesiapan dan peletak dasar memasuki pendidikan formal
5. Menata dan memberdayakan
institusi pendidikan non formal sehingga menjadi lembaga yang terpercaya sesuai
dengan standar nasional di samping adanya lembaga pendidikan formal.
C.
SASARAN
DAN FUNGSI PENDIDIKAN NON FORMAL
Sesuai dengan misi
dan tujuannya, pendidikan non formal yang berlangsung pada lingkungan
masyarakat luas, mempunyai sasaran luas pula. Menurut sanafiah faisal (1981:84)
menjelaskan bahwa ada beberapa dasar klasifikasi yang dipakai untuk menunjukkan
populasi sasaran pendidikan non formal, yaitu:
1. Berdasarkan usia
Dilihat dari faktor usia peserta
didik, sasaran peserta didikan non formal terdiri atas usia anak-anak, remaja
atau pemuda, dan orang dewasa. Faktor usia tersebut berkaitan langsung dengan
tingkat pendidikan individu, baik secara psikologis ataupun sosial. Artinya,
kebutuhan yang harus dipenuhi adalah hal-hal yang diperlukan oleh anak didik
tersebut, hal ini tentunya akan menimbulkan keanekaragaman dalam kegiatan
bembelajarannya.
2. Berdasarkan jenis kelamin
Populasi sasaran pendidikan non
formal terdiri atas laki-laki dan perempuan. Dalam hal ini, pendidikan harus
mempertimbangkan jenis kelamin. Karena ada pendidikan hanya cocok dipelajari
oleh sebagian saja, baik oleh laki-laki atau pun oleh perempuan.
3. Berdasarkan lingkungan tempat
tinggal
Sasaran pendidikan non formal
meliputi warga masyarakat yang bertempat tinggal di lingkungan pedesaan,
pinggiran kota dan perkotaan. Setiap lingkungan tempat tinggal akan memiliki
karakteristik dan potensi yang berbeda-beda, sehingga tuntutan dan kebutuhan
hidup mereka pun berbeda. Dalam hal ini, pendidikan non formal perlu
disesuaikan dengan potensi dan kebutuhan yang didasarkan pasa lingkungan tempat
tinggalnya.
4. Berdasarkan latar belakang
pekerjaan
Sasaran pendidikan non formal
terdiri atas seseorang atau sekelompok orang yang belum mendapat pekerjaan dan
warga masyarakat yang sedang atu telah bekerja namun tingkat kemampuan yang
dimilikinya masih belum memadai. Dalam hal ini, pendidikan harus melihat
kebutuhan apa yang diperlukan oleh peserta didik tersebut.
5. Latar belakang pendidikan
Sasaran pendidikan non formal
terdiri atas warga masarakat yang telah menamatkan pendidikan sekolah pada
jenjang tertentu, wargan masyarakat yang gagal atu drop out sekolah tertentu,
dan warga masyarkat yang belum pernah sama sekali mengenyam pendidikan.
6. Latar belakang kelainan sosial
Sasaran pendidikan non formal
meliputi warga masyarakat yang mempunyai kelainan sosial tertentu. Kelainan
tersebut meliputi kelainan masyarakat normal tapi terlantar (seperti: yatim
piatu, fakir miskin, tuna wisma, dsb), warga masyarakat yang mengalami
penyimpangan sosial (seperti korban narkotika, pelaku-pelaku kejahatan, tuna
susila, dan bentuk-bentuk kenakalanlainnya).
Di antara fungsi pendidikan non
formal yaitu mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada
penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta mengembangkan sikap
dan kepribadian profesional. Dalam kaitan ini, kedudukan pendidikan non formal
sekurang-sekurangnya berupaya menjalankan tiga fungsi, yaitu:
1.
Menambah dan
memperluas materi pelajaran yang telah diterima di bangku sekolah.
2.
Manambah materi
pelajaran baru bagi peserta didika yang tidak lulus dari jenjang pendidikan
sekolah.
3.
Meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah menyelesikan
pendidikan dari sekolah.
Jika dilihat dari isi
pembelajarannya, yang menjadi sasaran pendidikan non formal yaitu:
1. Pendidikan keaksaraan fungsional
2. Pendidikan penyetaraan
3. Pendidikan keterampilan dan
bermata pencaharian
4. Pendidikan pada taman penitipan
anak, kelompok bermai dan PAUD atau yang
sederajat.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dalam konteks pendidikan,
masyarakat merupakan lingkungan ketiga setelah keluarga dan sekolah. Pendidikan
yang dialami dalam masyarakat ini, telah mulai ketika anak-anak untuk beberapa
waktu setelah lepas dari asuhan keluarga dan berada di luar dari pendidikan
sekolah.
Pendidikan masyarakat atau
pendidikan non formal bertujuan untuk membantu masalah ketelantaran pendidikan,
baik mereka yang belum pernah sekolah maupun yang gagal (drop out) serta
memberikan bekal sikap, keterampilan, dan pengetahuan praktis yang relevan
dengan kebutuhan hidup. Sesuai dengan misi dan tujuannya, pendidikan non formal
yang berlangsung pada lingkungan masyarakat luas, mempunyai sasaran luas pula.
Jadi pada dasarnya Pendidikan Nonformal adalah salah satu pendidikan
alternatif. Selain itu jenis pendidikan nonformal adalah pendidikan yang
berbasis masyarakat yang padat karya.Kemudian kelebihan dari pendidikan
nonformal adalah salah satu pendidikn alternative untuk masyarakat yang masih
menganggur serta kekurangan pendidikan nonformal adalah kurangnya pengelolaan
yang baik dari sistem yang ada.
B. SARAN
Mengingat pentingnya akan pendidikan nonformal dalam masyarakat luas, maka
marilah kita berikan yang terbaik untuk mereka agar mereka mengerti serta sadar
bahwa pendidikan itu tidak hanya ditempuh dalam pendidikan persekolahan.
Melainkan dapat ditempuh dan dilaksanakan dalam seumur hidup dimanapun dan
kapanpun tanpa mengenal waktu sehingga menciptakan masyarakat yang berkualitas
dan memiliki ketrampilan.
0 komentar:
Posting Komentar