Sabtu, 03 Januari 2015

PERMASALAHAN PENDIDIKAN DI INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha manusia untuk memanusiakan manusia itu sendiri. Dalam penididkan terdapat dua subjek pokok yang saling berinteraksi. Kedua subjek itu adalah pendidik dan subjek didik. Subjek-subjek itu tidak harus selalu manusia, tetapi dapat berupa media atau alat-alat pendidikan. Sehingga pada pendidikan terjadi interaksi antara pendidik dengan subjek didik guna mencapai tujuan pendidikan. Pendidikan merupakan suatu hal yang cukup memegang pengaruh terhadap perkembangan suatu bangsa. Maju atau tidaknya suatu negara dipengaruhi oleh faktor pendidikan. Begitu pentingnya pendidikan sehingga suatu bangsa dapat diukur apakah bangsa itu mengalami kemajuan atau kemunduran. Karena seperti kita ketahui, bahwa suatu pendidikan tentunya akan mencetak sumber daya manusia yang berkualitas baik dari berbagai macam aspek, seperti aspek spiritual, intelegensi serta skill. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah sangat serius menangani bidang pendidikan, sebab dengan sistem pendidikan yang baik diharapkan muncul generasi penerus bangsa yang berkualitas dan mampu menyesuaikan diri untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Reformasi pendidikan merupakan respon terhadap perkembangan tuntutan global sebagai suatu upaya untuk mengadaptasikan sistem pendidikan yang mampu mengembangkan sumber daya manusia untuk memenuhi tuntutan zaman yang sedang berkembang. Namun pada dasarnya, setiap kegiatan yang dilakukan pasti akan menimbulkan dua macam dampak yang saling bertentangan. Kedua dampak itu adalah dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif adalah segala sesuatu yang merupakan harapan dari pelaksanaan kegiatan tersebut, dengan kata lain dapat disebut sebagai ’Tujuan’. Sedangkan dampak negatif adalah segala sesuatu yang bukan merupakan harapan dalam pelaksanaan kegitan tersebut, sehingga dapat disebut sebagai hambatan atau masalah yang ditimbulkan. Jika peristiwa di atas dihubungkan dengan pendidikan, maka pelaksanaan pendidikan akan menimbulkan dampak negatif yang disebut sebagai masalah dan hambatan yang akan dihadapi. Hal ini akan lebih tepat bila disebut sebagai permasalahan Pendidikan. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah masalah pokok yang dihadapi oleh dunia pendidikan di tanah air kita dewasa ini ? 2. Jenis Permasalahan Pokok Pendidikan yang dihadapi bangsa indonesia saat ini ? 3. meningkatkan pemerataan pendidikan melalui cara konvensional dan cara inovasi ? 4. Jelaskan faktor Pendukung Masalah Pendidikan yang ada ? 5. Bagaimanakah Permasalahan Pendidikan Aktual serta Penaggulangannya ? 1.3 Tujuan Pembahasan 6. Bagaimanakah langkah-langkah yang dapat ditempuh oleh pemerintah untuk a. Memenuhi tugas yang diberikan pada mata kuliah Pengantar Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang b. Sebagai bentuk perhatian Mahasiswa terhadap masalah pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia. c. Menelaah masalah-masalah pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia pada saat ini d. Memberikan inovasi baru dalam menghadapi masalah pendidikan e. Membantu dalam membahas dan menanggulangi masalah yang dihadapi di dalam dunia pendidikan saat ini f. Sebagai batu loncatan dalam membangun kualitas pendidikan kearah yang lebih baik. BAB 2 PEMBAHASAN 1. Masalah pokok yang dihadapi oleh dunia pendidikan di tanah air kita dewasa ini diantaranya adalah : a. Bagaimana semua warga Negara dapat menikmati kesempatan pendidikan. b. Bagaiman pendidikan dapat membekali peserta didik keterampilan kerja yang mantap untuk dapat terjun ke dalam kancah kehidupan bermasyarakat. 2. Jenis Permasalahan Pokok Pendidikan yang dihadapi bangsa indonesia saat ini sangat beragam, permasalahan pendidikan merupakan suatu kendala yang menghalangi tercapainya tujuan pendidikan. Beberapa hal yang merupakan permasalahan pendidikan di Indonesia. Adapun permasalahan tersebut adalah sebagai berikut :  Pemerataan Pendidikan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata pemerataan berasal dari kata dasar rata, yang berarti: 1) meliputi seluruh bagian, 2) tersebar kesegala penjuru, dan 3) sama-sama memperoleh jumlah yang sama. Sedangkan kata pemerataan berarti proses, cara, dan perbutan melakukan pemerataan. Jadi dapat disimpulkan bahwa pemerataan pendidikan adalah suatu proses, cara dan perbuatan melakukan pemerataan terhadap pelaksanaan pendidikan, sehingga seluruh lapisan masyarakat dapat merasakan pelaksanaan pendidikan. Masalah pemerataan pendidikan merupakan persoalan tentang bagaimana system pendidikan dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh warga Negara untuk memperoleh pendidikan, sehingga pendidikan mampu menjadi wahana bagi perbaikan kualitas sumber daya manusia untuk menunjang pembangunan di negara tersebut. Pada masa awalnya, masalah pemerataan di tanah air kita telah dinyatakan dalam UU No.4 tahun 1950 sebagai dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah Bab XI, Pasal 17, selanjutnya dalam kaitannya wajib belajar Bab VI, Pasal 10 Ayat 1. Tujuan yang terkandung dalam upaya pemerataan pendidikan tersebut yaitu menyiapkan masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan, maka setelah upaya pemerataan pendidikan terpenuhi, tahap selanjutnya yaitu adanya upaya pemerataan mutu pendidikan. Dalam rangka pemecahan Masalah Pemerataan Pendidikan itu sendiri langkah-langkah yang di tempuh oleh pemerintah adalah dengan melalui cara konvensional dan cara inovasi.Dalam propernas tahun 2000-2004 yang mengacu kepada GBHN 1999-2004 mengenai kebijakan pembangunan pendidikan pada poin pertama menyebutkan: “Mengupayakan perluasan dan pemeraatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya Manusia Indonesia berkualitas tinggi dengan peninggakatan anggaran pendidikan secara berarti“. Dan pada salah satu tujuan pelaksanaan pendidikan Indonesia adalah untuk pemerataan kesempatan mengikuti pendidikan bagi setiap warga negara. Dari penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa Pemerataan Pendidikan merupakan tujuan pokok yang akan diwujudkan. Jika tujuan tersebut tidak dapat dipenuhi, maka pelaksanaan pendidikan belum dapat dikatakan berhasil. Hal inilah yang menyebabkan masalah pemerataan pendidikan sebagai suatu masalah yang paling rumit untuk ditanggulangi. Permasalahan Pemerataan itu sendiri dapat terjadi karena kurang adanya koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, bahkan hingga daerah terpencil sekalipun. Hal ini menyebabkan terputusnya komunikasi antara pemerintah pusat dengan daerah. Selain itu masalah pemerataan pendidikan juga terjadi karena kurang berdayanya suatu lembaga pendidikan untuk melakukan proses pendidikan, hal ini bisa saja terjadi jika kontrol pendidikan yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah tidak menjangkau daearah-daerah terpencil. Jadi hal ini akan mengakibatkan mayoritas penduduk Indonesia yang dalam usia sekolah, tidak dapat mengenyam pelaksanaan pendidikan sebagaimana yang diharapkan. Masalah tersebut dapat ditanggulangi dengan menyediakan fasilitas dan sarana belajar bagi setiap lapisan masyarakat yang wajib mendapatkan pendidikan. Pemberian sarana dan prasrana pendidikan yang dilakukan pemerintah sebaiknya dikerjakan setransparan mungkin, sehingga tidak ada oknum yang dapat mempermainkan program yang dijalankan ini. Dengan demikian upaya untuk mengatasi permasalahan yang terjadi di negara ini dapat teratasi, sehingga mampu menghasilkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas dalam rangka membangun negara Indonesia agar menjadi lebih baik lagi.  Mutu dan Relevansi Pendidikan Kata “mutu” itu sendiri dapat diartikan sebagai kualitas atau bobot. Jadi pendidikan yang bermutu adalah pelaksanaan pendidikan yang diharapkan mampu menghasilkan tenaga profesional yang sesuai dengan kebutuhan negara dan bangsa pada saat ini. Sedangkan kata “relevan” berarti bersangkut paut, kait mangait, dan berguna secara langsung. Sejalan dengan proses pemerataan pendidikan, peningkatan mutu untuk setiap jenjang pendidikan melalui persekolahan juga dilaksanakan. Peningkatan mutu ini diarahkan kepada peningkatan mutu masukan dan lulusan, proses, guru, sarana dan prasarana, dan anggaran yang digunakan untuk menjalankan pendidikan itu sendiri di negara tersebut. Rendahnya mutu dan relevansi pendidikan di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor terpenting yang mempengaruhi adalah mutu proses pembelajaran yang belum mampu menciptakan proses pembelajaran yang berkualitas. Tidak hanya itu saja, hasil-hasil pendidikan juga belum didukung oleh sistem pengujian dan penilaian yang melembaga dan independen, sehingga mutu pendidikan tidak dapat dimonitor secara ojektif dan teratur.Uji banding antara mutu pendidikan suatu daerah dengan daerah lain belum dapat dilakukan sesuai dengan yang diharapkan. Sehingga hasil-hasil penilaian pendidikan belum berfungsi untuk menyempurnakan proses dan hasil pendidikan.Selain itu, kurikulum sekolah yang terstruktur dan syarat dengan beban menjadikan proses belajar menjadi kaku dan tidak menarik. Pelaksanaan pendidikan seperti ini tidak mampu memupuk kreatifitas siswa unutk belajar secara efektif. Sistem yang berlaku pada saat sekarang ini juga tidak mampu membawa guru dan dosen untuk melakukan pembelajaran serta pengelolaan belajar menjadi lebih inovatif, kreatif serta variatif. Akibat dari pelaksanaan pendidikan tersebut adalah menjadi sekolah cenderung kurang fleksibel, dan tidak mudah berubah seiring dengan perubahan waktu dan masyarakat. Pada pendidikan tinggi, pelaksanaan kurikulum ditetapkan pada penentuan cakupan materi yang ditetapkan secara terpusat, sehingga perlu dilaksanakan perubahan kearah kurikulum yang berbasis kompetensi, dan lebih peka terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Rendahnya mutu dan relevansi pendidikan juga disebabkan oleh rendahnya kualitas tenaga pengajar. Penilaian dapat dilihat dari kualifikasi belajar yang dapat dicapai oleh guru dan dosen tersebut. Dibanding negara berkembang lainnya, maka kualitas tenaga pengajar pendidikan tinggi di Indonesia memiliki masalah yang sangat mendasar. Melihat permasalahan tersebut, maka dibutuhkanlah kerja sama antara lembaga pendidikan dengan berbagai organisasi masyarakat. Pelaksanaan kerja sama ini dapat meningkatkan mutu pendidikan. Dapat dilihat jika suatu lembaga tinggi melakukan kerja sama dengan lembaga penelitian atau industri, maka kualitas dan mutu dari peserta didik dapat ditingkatkan, khususnya dalam bidang akademik seperti tekonologi industri. Upaya pemecahan masalah mutu pendidikan dalam garis besarnya meliputi hal-hal yang bersifat fisik dan perangkat lunak, personalia dan manajemen sebagai berikut: a. Seleksi yang lebih rasional terhadap masukan mentah, khususnya untuk SLTA dan P.T. b. Pengembangan kemampuan tenaga kependidikan melalui studi lanjut latihan, penataran, seminar, kegiatan-kegiatan kelompok studi seperti PKG dll. c. Penyempurnaan kurikulum (materinya yang esensial dan mengandung muatan local, metode yang menantang dan menggairahkan belajar, evaluasi beracuan PAP). d. Pengembangan prasarana yang menciptakan lingkungan yang tenteram untuk belajar. e. Penyempurnaan sarana belajar seperti buku paket, media pembelajaran, dan peralatan lab. f. Peningkatan administrasi manajemen khususnya yang mengenai anggaran. g. Kegiatan pengendalian mutu berupa kegiatan-kegiatan: 1) Laporan penyelanggaraan pendidikan oleh semua lembaga pendidikan. 2) Supervise dan monitoring pendidikan o leh penilik dan pengawas. 3) System ujian nasional/Negara. 4) Akreditasi terhadap lembaga pendidikan untuk menetapkan status suatu lembaga.  Efisiensi dan Efektifitas Pendidikan Sesuai dengan pokok permasalahan pendidikan yang ada selain sasaran pemerataan pendidikan dan peningkatan mutu pendidikan, maka ada satu masalah lain yang dinggap penting dalam pelaksanaan pendidikan, yaitu efisiensi dan efektifitas pendidikan. Permasalahan efisiensi pendidikan dipandang dari segi internal pendidikan. Maksud efisiensi adalah apabila sasaran dalam bidang pendidikan dapat dicapai secara efisien atau berdaya guna. Artinya pendidikan akan dapat memberikan hasil yang baik dengan tidak menghamburkan sumberdaya yang ada, seperti uang, waktu, tenaga dan sebagainya. Pelaksanaan proses pendidikan yang efisien adalah apabila pendayagunaan sumber daya seperti waktu, tenaga dan biaya tepat sasaran, dengan lulusan dan produktifitas pendidikan yang optimal. Pada saat sekarng ini, pelaksanaan pendidikan di Indonesia jauh dari efisien, dimana pemanfaatan segala sumberdaya yang ada tidak menghasilkan lulusan yang diharapkan. Banyaknya pengangguran di Indonesia lebih dikarenakan oleh kualitas pendidikan yang telah mereka peroleh. Pendidikan yang mereka peroleh tidak menjamin mereka untuk mendapat pekerjaan sesuai dengan jenjang pendidikan yang mereka jalani. Pendidikan yang efektif adalah pelaksanaan pendidikan dimana hasil yang dicapai sesuai dengan rencana / program yang telah ditetapkan sebelumnya. Jika rencana belajar yang telah dibuat oleh dosen dan guru tidak terlaksana dengan sempurna, maka pelaksanaan pendidikan tersebut tidak efektif. Tujuan dari pelaksanaan pendidikan adalah untuk mengembangkan kualitas SDM sedini mungkin, terarah, terpadu dan menyeluruh melalui berbagai upaya. Dari tujuan tersebut, pelaksanaan pendidikan Indonesia menuntut untuk menghasilkan peserta didik yang memeiliki kualitas SDM yang mantap. Ketidakefektifan pelaksanaan pendidikan tidak akan mampu menghasilkan lulusan yang berkualitas. Melainkan akan menghasilkan lulusan yang tidak diharapkan. Keadaan ini akan menghasilkan masalah lain seperti pengangguran. Penanggulangan masalah pendidikan ini dapat dilakukan dengan peningkatan kulitas tenaga pengajar. Jika kualitas tenaga pengajar baik, bukan tidak mungkin akan meghasilkan lulusan atau produk pendidikan yang siap untuk mengahdapi dunia kerja. Selain itu, pemantauan penggunaan dana pendidikan dapat mendukung pelaksanaan pendidikan yang efektif dan efisien. Kelebihan dana dalam pendidikan lebih mengakibatkan tindak kriminal korupsi dikalangan pejabat pendidikan. Pelaksanaan pendidikan yang lebih terorganisir dengan baik juga dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi pendidikan. Pelaksanaan kegiatan pendidikan seperti ini akan lebih bermanfaat dalam usaha penghematan waktu dan tenaga. 3. Langkah-langkah yang di tempuh oleh pemerintah untuk meningkatkan pemerataan pendidikan melalui cara konvensional dan cara inovasi. Cara konvensional antara lain: a. Membangun gedung sekolah seperti SD Inpres dan atau ruangan belajar. b. Menggunakan gedung sekolah untuk double shift (system bergantian pagi dan sore). Cara inovatif antara lain: a. System pamong (pendidikan oleh masyarakat, orang tua dan guru) atau INPACT System (Intructional Managemant by Parent, Communit y and Teacher). b. SD kecil pada daerah terpencil. c. Sistem Guru Kunjung. d. SMP terbuka (ISOSA-In School out off School Approach). e. Kejar paket A dan B. f. Belajar jarak jauh seperti Universitas Terbuka. Beberapa masalah efisiensi pendidikan yang penting ialah: a. Bagaimana tenaga kependidikan difungsikan b. Bagaimana prasarana dan sarana pendidikan digunakan. c. Bagaimana pendidikan diselenggarakan. d. Masalah efisiensi dalam memfungsikan tenaga. - Masalah pengangkatan terletak pada kesenjangan antara stok tenaga yang tersedia dengan jatah pengangkatan yang sangat terbatas. Masalah penempatan guru, khususnya guru bidang penempatan studi, sering mengalami kepincangan, tidak disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. Misalnya guru bahasa Indonesia harus mengajarkan matematika. Gejala tersebut membawa ketidak efisienan dalam memfungsikan tenaga guru. Masalah pengembangan tenaga kependidikan di lapangan biasanya terlambat, khususnya pada saat menyongsong hadirnya kurikulum baru. - Masalah efisiensi dalam penggunaan prasarana dan sarana. Penggunaan prasarana dan sarana pendidikan yang tidak efisien bisa terjadi antara lain sebagai akibat kurang matangnya perencanaan dan sering juga karena perubahan kurikulum. Perubahan kurikulum sering membawa akibat tidak dipakainya lagi buku paket siswa dan buku pegangan guru beserta perangkat lainnya karena harus diganti dengan buku-buku yang baru. Semuanya ini menggambarkan bahwa dibalik pembaharuan terjadi pemborosan, meski sukar dielakkan. 4. Faktor Pendukung Masalah Pendidikan Masalah pokok pendidikan akan terjadi di dalam dalam bidang pendidikan itu sendiri. Jika di analisis lebih jauh, maka sesungguhnya permasalahan pendidikan berkaitan dengan beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya masalah itu. Adapun faktor-faktor yang dapat menimbulkan permasalahan pokok pendidikan tersebut adalah sebagai berikut. 1. IPTEK 2. Laju Pertumbuhan Penduduk 3. Permasalah Pembelajaran 1 IPTEK Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada saat ini berdampak pada pendidikan di Indonesia. Ketidaksiapan bangsa menerima perubahan zaman membawa perubahan tehadap mental dan keadaan negara ini. Bekembangnya ilmu pengetahuan telah membentuk teknologi baru dalam segala bidang, baik bidang social, ekonomi, hokum, pertanian dan lain sebagainya. Sebagai negara berkembang Indonesia dihadapkan kepada tantangan dunia global. Dimana segala sesuatu dapat saja berjalan dengan bebas. Keadaan seperti ini akan sangat mempengaruhi keadaan pendidikan di Indonesia. Penemuan teknologi baru di dalam dunia pendidikan, menuntut Indonesia melakukan reformasi dalam bidang pendidikan. Pelaksanaan reformasi tidaklah mudah, hal ini sangat menuntut kesiapan SDM Indonesia untuk menjalankannya. 2 Laju Pertumbuhan Penduduk Laju pertumbuhan yang sangat pesat akan berpengaruh tehadap masalah pemerataan serta mutu dan relevansi pendidikan. Pertumbuhan penduduk ini akan berdampak pada jumlah peserta didik. Semakin besar jumlah pertumbuhan penduduk, maka semakin banyak dibutuhkan sekolah-sekolah unutk menampungnya. Jika daya tampung suatu sekolah tidak memadai, maka akan banyak peserta didik yang terlantar atau tidak bersekolah. Hal ini akan menimbulkan masalah pemerataan pendidikan. Tetapi apabila jumlah dan daya tampung suatu sekolah dipaksakan, maka akan terjadi ketidakseimbangan antara tenaga pengajar dengan peserta didik. Jika keadaan ini dipertahankan, maka mutu dan relevansi pebdidikan tidak akan dapat dicapai dengan baik. Sebagai negara yang berbentuk kepulauan, Indonesia dihadapkan kepada masalah penyebaran penduduk yang tidak merata. Tidak heran jika perencanaan, sarana dan prasarana pendidikan di suatu daerah terpencil tidak terkoordinir dengan baik. Hal ini diakibatkan karena lemahnya kontrol pemerintah pusat terhadap daerah tersebut. Keadaan seperti ini adalah masalah lainnya dalam bidang pendidikan. Keterkaitan antar masalah ini akan berdampak kepada keadaan pendidikan Indonesia. 3 Permasalahan Pembelajaran Pelaksanaan kegiatan belajar adalah sesuatu yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Dalam kegiatan belajar formal ada dua subjek yang berinteraksi, Yaitu pengajar/pendidik (guru/dosen) dan peserta didik ( murid/siswa, dan mahasiswa). Pada saat sekarang ini, kegiatan pembelajaran yang dilakukan cenderung pasif, dimana seorang pendidik selalu menempatkan dirinya sebagai orang yang serba tahu. Hal ini akan menimbulkan kejengahan terhadap peserta didik. Sehingga pembelajaran yang dilakukan menjadi tidak menarik dan cenderung membosankan. Kegiatan belajar yang terpusat seperti ini merupakan masalah yang serius dalam dunia pendidikan. Guru / dosen yang berpandangan kuno selalu menganggap bahwa tugasnya hanyalah menyampaikan materi, sedangakan tugas siswa/mahasiswa adalah mengerti dengan apa yang disampaikannya. Bila peserta didik tidak mengerti, maka itu adalah urusan mereka. Tindakan seperti ini merupakan suatu paradigma kuno yang tidak perlu dipertahankan. Dalam hal penilaian, Pendidik menempatkan dirinya sebagai penguasa nilai. Pendidik bisa saja menjatuhkan, menaikan, mengurangi dan mempermainkan nilai perolehan murni seorang peserta didik. Pada satu kasus di pendidikan tinggi, dimana seorang dosen dapat saja memberikan nilai yang diinginkannya kepada mahasiswa tertentu, tanpa mengindahkan kemampuan atau skill yang dimiliki oleh mahasiswa tersebut. Proses penilaian seperti sungguh sangat tidak relevan. 3.1 Penanggulangan Masalah Pembelajaran Penanggulangan masalah pembelajaran ini lebih diarahkan kepada pokok permasalahan pendidikan di atas. 3.1.1 Gaya Belajar Untuk menanggulangi masalah pembelajaran ini, diperlukan pelaksanaan kegiatan belajar baru yang lebih menarik. Gaya belajar dapat dilakukan dalam 3 bentuk, dan dilaksanakan pada saat yang bersamaan. Yaitu belajar secara Somatis, Auditori dan Visual. a. Somatis Somatic bersal dari bahasa Yunani, yang berarti tubuh. Jadi belajar somatis dapat disebut sebagai balajar dengan menggunakan indra peraba, kinestetis, praktis, dan melibatkan fisik serta menggunakan dan menggerakkan tubuh sewaktu belajar. Dalam pelaksanaan kegiatan belajar pada saat ini otak merupkan organ tubuh yang paling dominan. Pembelajaran yang dilakukan seperti merupakan kegiatan yang sangat keliru. Anak-anak yang bersifat somatis tidak akan mampu untuk duduk tenang. Mereka harus menggerakkan tubuh mereka untuk membuat otak dan pikiran mereka tetap hidup. Anak-anak seperti ini disebut sebagai “Hiperaktif“. Pada sejumlah anak, sifat hiperaktif itu normal dan sehat. Namun yang dijumpai pada anak-anak hiperaktif adalah penderitaan, dimana sekolah mereka tidak mampu dan tidak tahu cara memperlakukan mereka. Aktivitas anak-anak yang hiperaktif cenderung dianggap mengganggu, tidak mampu belajar dan mengancam ketertiban proses pembelajaran. Dalam satu penelitian disebutkan bahwa “jika tubuhmu tidak bergerak, maka otakmu tidak beranjak“. Jadi menghalangi gaya belajar anak somatis dengan menggunakan tubuh sama halnya dengan menghalangi fungsi pikiran sepenuhnya. Mungkin dalam beberapa kasus, sistem pendidikan dapat membuat cacat belajar anak, dan bukan menggangu jalannya pembelajaran. b. Auditori Pikiran auditori lebih kuat dari yang kita sadari. Telinga terus menerus menangkap dan menyimpan informasi auditori, dan bahkan tanpa kita sadari. Begitu juga ketika kita berbicara, area penting dalam otak kita akan menjadi aktif. Semua pembelajaran yang memiliki kecenderungan auditori, belajar dengan menggunakan suara dari dialog, membaca dan menceritakan kepada orang lain. Pada saat sekarang ini, budaya auditori lambat laun mulai menghilang. Seperti adanya peringatan jangan berisik di perpustakaan telah menekan proses belajar secara auditori. c. Visual Ketajaman visual merupakan hal yang sangat menonjol bagi sebagian peserta didik. Alasaannya adalah bahwa dalam otak seseorang lebih banyak perangkat untuk memproses informasi visual daripada semua indra yang lain. Setiap orang yang cenderung menggunakan gaya belajar visual akan lebih mudah belajar jika mereka melihat apa yang dibicarakan olah guru atau dosen. Peserta didik yang belajar secara visual akan menjadi lebih baik jiak dapat melihat contoh dari dunia nyata, diagram, peta gagasan, ikon, gambar, dan gambaran mengenai suatu konsep pembahasan. Peserta didik yang belajar secara visual ini, akan lebih baik jika mereka menciptakan peta gagasan, diagram, ikon dan gambar lainnya dengan kreasi mereka sendiri. 3.1.2 Gaya Mengajar Pelaksanaan pembelajaran sangat ditunjang oleh keahlian pendidik dalam mengatur suasana kelasnya. Seringkali dalam proses penyampaian materi, pendidik langsung mengajar apa adanya. Ada pendidik yang tidak mau memikirkan cara menyampaikan materi pelajaran yang akan dibahasnya. Menyampaikan materi bukan hanya sekedar berbicara di depan kelas saja, tetapi suatu cara dan kemampuan untuk membawakan materi pelajaran menjadi suatu bentuk presentasi yang menarik, menyenangkan, mudah dipahami dan diingat oleh peserta didik. Dalam hal ini, komunikasi menjadi lebih penting. Dengan komunikasi seseorang bisa mengerti dengan apa yang dibicarakan. Komunikasi yang efektif tidak berarti pasti dan harus dapat menjangkau 100%. Komunikasi yang efektif berarti mengerti dengan tanggung jawab dalam proses menyampaikan pemikiran, penjelasan, ide, pandangan dan informasi. Dalam komunikasi pembelajaran, sering dijumpai permasalahan, yaitu masalah mengerti dan tidak mengerti. Jika peserta didik tidak mengerti dengan apa yang disampaikan pendidik, maka tanggung jawab seorang pendidiklah untuk membuat mereka menjadi lebih mengerti. Jika dulu pendidik dipandang sebagai sumber informasi utama, maka pada saat sekarang ini pandangan seperti itu perlu disingkirkan. Sumber-sumber informasi pada abad ini telah menimbulkan kelebihan informasi bagi setiap manusia di muka bumi ini. Informasi yang tersedia jauh lebih banyak dari yang dibutuhkan. Hal inilah yang menyebabkan peninjauan kembali terhadap gaya belajar masa kini. Oleh karena itu peran utama seorang pendidik perlu diperbaharui. Peran pendidik seharusnya adalah sebagai fasilitator dan katalisator. Peran guru sebagai fasilitator adalah menfasilitasi proses pembelajaran yang berlangsung di kelas. Dalam hal ini, peserta didik harus berperan aktif dan bertanggung jawab terhadap hasil pembelajaran. Karena sebagai fasilitator, maka posisi peserta didik dan pendidik adalah sama. Sedangkan peran pendidik sebagai katalisator adalah dimana pendidik membantu anak-anak didik dalam menemukan kekuatan, talenta dan kelebihan mereka. Pendidik bergerak sebagai pembimbing yang membantu, mangarahkan dan mengembangkan aspek kepribadian, karakter emosi, serta aspek intelektual peserta didik. Pendidik sebagai katalisator juga berarti mampu menumbuhkan dan mengembangkan rasa cinta terhadap proses pembelajaran, sehingga tujuan pembelajran yang diinginkan dapat terjadi secara optimal. Gaya mengajar seperti ini akan lebih bermanfaat dalam proses peningkatan mutu, kualitas, efektifitas dan efisiensi pendidikan. 5 Permasalahan Pendidikan Aktual dan Penaggulangannya. 1. Permasalahan Aktual Pendidikan Di Indonesia. Permasalahan actual berupa kesenjangan-kesenjangan yang pada saat ini kita hadapi dan terasa mendesak untuk ditanggulangi. Beberapa masalah aktual pendidikan yang akan dikemukakan meliputi, masalah-masalah keutuhan pencapaian sasaran, kurikulum, peran guru, pendidikan 9 tahun dan pendayagunaan teknologi pendidikan. masalah aktual juga ada yang mengenai konsep dan ada yang mengenai pelaksaannya. a. Masalah Keutuhan Pencapaian Sasaran. Keberhasilan pendidikan dinilai dari kemampuan kognitif atau penguasaan pengetahuan. Hambatan-hambatan yang harus dihadapi: 1) Beban kurikulum sudah terlalu sarat. 2) Pendidikan afektif sulit diprogamkan secara eksplisit, karena dianggap menjadi bagian dari kurikulum tersembunyi yang keterlaksanaannya sangat tergantung kepada kemahiran dan pengalaman guru. 3) Pencapaian hasil pendidikan afektif memakan waktu, sehingga memerlukan ketekunan dan kesabaran pendidik. 4) Menilai hasil pendidikan afektif tidak mudah. b. Masalah Kurikulum. Konsep kurikulum 1984 juga memiliki kelbihan karena adanya keluwesan-keluwesan antara lain:  Disediakannya aneka progam belajar, untuk melanjutkan keperguruan tinggi dan untuk memasuki lapangan kerja.  Adanya program inti yang sifatnya nasional untuk persatuan nasional, memuat pengetahuan minimal dan progam khusus A dan B dapat dipilih sesuai dengan kemampuan dan minat siswa.  Adanya progam pusat dan progam daerah (muatan lokal). Dengan disediakannya aneka progam belajar berarti sekolah menengah berfungsi ganda, sebagai sekolah umum sekaligus juga sebagai sekolah kejuruan. Kondisi demikian menimbulkan masalah personil khususnya tenaga pengajar, pengorganisasian, fasilitas, administrasi dan biaya. Masalah yang muncul dari keadaan tersebut ialah tanpa sengaja kurikulum 1984 menggiring peserta didik untuk beramai-ramai (karena desakan keadaan) memasuki perguruan tinggi, tanpa melihat secara potensial mampu atau tidak mampu. Satu segi modern dari kurikulum 1984 ialah adanya progam daerah (disamping progam pusat) yang dikenal sebagai muatan lokal. Progam ini mengantisipasi hari depan pendidikan yang mengarah kepada desentralisasi. Kerumitan-kerumitan itu meliputi:  Pemilihan materi muatan local yang tepat.  Penyusunan progam (disajikan secara monolitik atau secara integratif), juga menentukan pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan, dari dalam dan dari luar lingkungan sekolah.  Koordinasi pelaksanaan.  Penyediaan sarana, fasilitas dan biaya. Hambatan yang besar ialah pemecahan terhadap konsep tersebut bahwa memasyarakat di kalangan para pelaksana pendidikan di lapangan. c. Masalah Peranan Guru. Multi peran guru: Melakukan kontak dan pendekatan manusiawi lebih intensif dengan murid-muridnya. Masalah yang timbul ialah bagaimana guru dapat melakukan multiperan seperti itu jika pada kebanyakan sekolah mereka adalah pejuang tunggal. Kalaupun guru didampingi oleh petugas yang lain seperti konselor dll. Mereka belum siap untuk melakukan multi peran tersebut. d. Masalah Pendidikan Dasar 9 Tahun. UU RI No.2 Tahun 1989 pasal 6 menyatakan tentang hak warga Negara untuk mengikuti pendidikan sekurang-kurangnya tamat pendidikan dasar, pasal 13 menyatakan tujuan Pendidikan Dasar. Kemudian PP No.28 Tahun 1990 tentang pendidikan dasar pasal 2 menyatakan bahwa pendidikan dasar merupakan 9 tahun. Secara konseptual dan acuan yang diberikan oleh ketetapan-ketetapan resmi tersebut sudah sejalan dengan kebutuhan pembangunan antara lain:  Untuk memasuki PJPT II diperlukan Sumber Daya Manusia yang lebih berkualitas.  Pendidikan dasar akan memperkuat fungsinya sebagai akar tunjang yang menopang kualitas proses pendidikan pada jenjang-jenjang pendidikan yang lebih tinggi, yang selama ini posisinya sangat lemah.  Persyarata kerja yang dituntut dunia kerja semakin meningkat sehingga dengan basis pendidikan dasar 9 tahun tentunya lebih baik dari pada hanya 6 tahun. Hambatan-hambatan mengenai penyelenggaraan sekolah antara lain: 1) Realisasi pendidikan dasar yang diatur dengan PP No.28 Tahun 1989 masih harus dicarikan titik temunya dengan PP No.65 Tahun 1951 yang mengatur Sekolah Dasar sebagai bagian dari pendidikan dasar, karena PP tersebut belum dicabut. (HAR Tilaar, 1992:21). 2) Kurikulum belum siap. 3) Pada masa transisi para pelaksana pendidikan di lapangan perlu disiapkan melalui bimbingan-bimbingan, penyuluhan, penataran dll. Hambatan lain berasal dari masyarakat, utamnya dari orang tua/kalangan yang kurang mampu. 2. Upaya Penanggulangan. Beberapa upaya yang perlu dilakukan untuk menggulangi masalah- masalah aktual sebagai berikut: a. Pendidikan afektif perlu ditingkatkan secara terprogam tidak cukup berlangsung hanya secara incidental. b. Pelaksanaan ko dan ekstra kurikuler dikerjakan dengan penuh kesungguhan dan hasilnya diperhitungkan dalam menetapkan nilai akhir atau pelulusan. c. Pemilahan siswa atas kelompok yang akan melanjutkan belajar ke Perguruan Tinggi dengan yang akan terjun ke masyarakat merupakan hal yang prinsip karena pada dasarnya tidak semua siswa secara potensial mampu belajar di Perguruan Tinggi. d. Pendidikan tenaga kependidikan (prajabatan dan dalam jabatan) perlu diberikan perhatian khusu. Untuk pelaksanaan pendidikan dasar 9 tahun, apalagi dikaitkan gerakan wajib belajar, perlu diadakan penelitian secara meluas pada masyarakat untuk menemukan factor penunjang dan utamanya factor penghabatny BAB 3 PENUTUP 3.1 Kesimpulan Pada saat ini permasalahan pendidikan di Indonesia bisa terbilang sangat rumit dan kompleks. Dalam permasalahan eksternal di bahas masalah globalisasi dan masalah perubahan social sebagai lingkungan pendidikan. Sedangkan permasalahan internal yang disoroti adalah masalah system kelemahan (dialisme dikotomi), profesionalisme guru, dan strategi pembelajaran. Jadi disimpulkan bahwa berbagai permasalahan pendidikan yang ada di Indonesia baik eksternal maupun internal saling terkait. Hal ini membuktikan bahwa pemecahan terhadap permasalahan-permasalahan pendidikan tersebut tidak bisa dilakukan secara parsia (hanya mengandalkan satu pihak saja). Dalam mengatasi permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa indonesia itu sendiri diperlukan adanya berbagai peran serta dari semua lapisan masyarakat, baik dari pemerintah, pihak pihak terkait maupun masyarakat itu sendiri, dengan demikian akan tercipta pendidikan yang menjadi cita cita dan tujuan bangsa Indonesia itu sendiri. 3.2 Saran Dalam menghadapi berbagai permasalahan pendidikan yang menerpa bangsa Indonesia pada saat ini, sangat diperlukan adanya berbagai campur tangan dan peran serta dari semua pihak. Baik dari pemerintah, lembaga pendidikan maupun dari lapisan masyarakat itu sendiri. Dengan adanya peran serta dari berbagai pihak tersebut, diharapkan pendidikan di Indonesia akan menjadi lebih baik lagi. Disamping itu juga perlu adanya transparasi dari berbagai pihak untuk meminimalisir adanya tindakan yang merugikan masyarakat luas, seperti korupsi biaya pedidikan, sehingga biaya yang dikeluarkan akan tersalur efektif ke semua lapisan masyarakat yang banyak mengalami kesulitan dalam hal biaya pendidikan yang selama ini banyak dikeluhkan, terutama di daerah daerah terpencil. DAFTAR PUSTAKA • Freire, Paulo, 2000. Pendidikan Kaum Tertindas, alih bahasa Oetomo Dananjaya dkk. Jakarta: LP3ES • Suyanto, 2007, “Tantangan Profesionalisme Guru di Era Global”, Pidato Dies Natalis ke-43 Universitas Negeri Yogyakarta, 21 Mei • http://www.depdiknas.go.id/jurnal/31/evaluasi_proses_pembelajaran_seb.htm • http://www.masalah.indonesia.pendidikan.solusi/ • http://www.indonesia.mengajar.terpencil.masalah_kompleks.com/

0 komentar:

Posting Komentar